Voldemort and The Death

Tom Marvolo Riddle. Or we should call him a man who never understood about love. 

Lahir dari ibu penyhir dan ayah muggle, Tom yang sudah menjadi yatim piatu sejak lahir tidak pernah mengerti dan merasakan kasih sayang orang tua yang tak bersyarat. Kisah kedua orangtuanya pun juga tidak ada bagus-bagusnya untuk diceritakan.Besar di panti asuhan dimana ia tidak diperlakukan baik dan tidak ada yang memahaminya, membuat Tom tidak tahu empati,
simpati, dan cinta itu seperti apa. Tom melihat dunia ini hanya dipenuhi oleh ambisi dan amarah. Fase-fase kehidupan mudanya dipenuhi ambisi bagaimana dia bisa menjadi penyihir yang terkuat, yang paling disegani, ditakuti, dan dihormati. Dalam fase-fase kehidupannya yang seperti itu Tom menemukan cara agar dia bisa memenuhi ambisinya, yaitu kehidupan yang kekal.

Menjadi sosok siswa yang sempurna di Hogwarts, mendapatkan kehidupan dimana dia bisa diterima dengan baik, tidak serta merta membuat Tom melupakan ambisinya. Tom dengan kemampuannya, belajar secara otodidak Ilmu Sihir Hitam dan berhasil mempraktekkanya dengan baik. Selain untuk mencapai ambisinya, tujuan Tom untuk mempunyai kehidupan yang kekal adalah ketakutannya terhadap kematian. Tom merasa itu kematian adalah kelemahan manusia. Tom merasa dia dapat menaklukkan kematian. Tom merasa seharusnya ilmu sihir bisa membuat seseorang bisa melawan kematian. Sampai kapanpun, Tom tidak bisa berdamai dengan kematian. Dan itu berakibat fatal untuknya.
jiwa Tom yang terjebak dalam limbo 

Tom Marvolo Riddle tidak mempunyai teman seperti halnya Harry Potter. Tom terkesan anak yang suka menyendiri. Tidak banyak dari siswa-siswa Hogwarts yang berinteraksi dengannya. Tom seakan menutup akses kepada siapapun untuk menjadi temannya. Dalam kesendiriannya itu Tom merancang rencana demi rencana untuk memuluskan ambisinya. Mempunyai seorang teman mungkin akan mengganjal rencananya, maka itulah Tom tidak pernah merasakan kasih sayang dari teman-temannya seperti yang Harry alami. Tom mungkin berhasil membentuk geng Death Eater yang berani mati untuknya. Tapi apakah mereka semua menyayangi Tom? Tidak. Sahabat-sahabat Harry juga rela mati untuk Harry karena mereka ingin melindungi Harry tapi Death Eater rela mati untuk Tom karena mereka takut.

Salah satu orang yang peduli dengan Tom adalah guru Transfigurasinya, Albus Dumbledore. Albus memang mengawasi Tom dengan harapan dia tidak jatuh ke dalam lubang kegelapan. Albus melihat dirinya sendiri pada diri Tom saat dia masih muda, dipenuhi ambisi dan kemarahan. Tapi bagi Tom, hal ini berarti kekangan dan Albus bisa menjadi penghalang untuk rencana-rencannya. Satu-satunya penyihir yang Tom segani dan takuti adalah Albus. Tapi Tom sendiri tidak sadar, pengawasan Albus sebenarnya dapat menyelamatkannya dari nasib yang mengerikan. But no, Tom was too arrogant to realize that. 

Tom penyihir yang briliant. Tidak butuh waktu yang lama untuk dia mempelajari dan berhasil membuat horcrux pertamanya, Di Tahun Kelima nya di Hogwarts saja, dia sudah berhasil membuat Horcrux pertamanya dan dia tidak berhenti disitu. Tom melakukan banyak perjalanan yang panjang untuk membuat horcrux-horcruxnya. Dengan begitu, Tom berfikir bahwa dia akan menjadi immortal. Berbagai macam pengaman ia berikan pada horcrux-horcrux nya sehingga tidak mudah untuk dihancurkan. Ketakutan Tom akan kematian membuatnya menjadi monster yang mengerikan. Disebutkan bahwa karena Horcrux-nya, dia kehilangan ketampanannya dan tampangya menjadi semakin less human. Perlu diingat pula, dalam upayanya agar tetap hidup selamanya, Tom membunuh banyak orang sebagai tumbal untuk setiap Horcrux yang ia buat. Sampai akhirnya dia membuat Horcrux secara tidak sengaja didalam jiwa Harry. Horcrux yang Tom rasa dapat menguntungkannya, ternyata tidak terjadi sebagaimana dia inginkan. Harry yang merupakan Horcruxnya, mengalahkannya untuk selamanya.

Konsep Tom akan kematian yang merupakan kelemahan manusia adalah konsep yang salah. Nicolas Flamel, sang pencipta Batu Bertuah, pada akhirnya menyerahkan kehidupan panjangnya dan berdamai dengan kematian. Nicolas pun meninggal dengan damai bersama istrinya. Albus Dumbledore sendiri memutuskan untuk menyerahkan nyawanya, for the greater good.  Albus juga meninggal dengan damai. Albus juga sadar bahwa cepat atau lambat dia akan mati. Kematian adalah hal yang natural dan merupakan salah satu siklus alam. Berdamai dengan kematian itu perlu dan harus. Ketika kita berdamai dengan kematian, itu menunjukkan kita memiliki pemikiran yang terorganisir dengan baik atau bisa diartikan cerdas. Disebutkan pula oleh Albus Dumbledore,

"To the well-organized mind death is but the next adventure,"

Ketika Tom mencoba melawan hukum alam dengan mengelabui kematian, maka dia pun menuai kesia-siaan. Jiwanya terjebak diantara dunia orang hidup dan mati, atau biasa disebut Limbo. Tidak ada yang bisa menolongnya. Itu menunjukkan pula bahwa Tom boleh saja super pintar, tapi dia tidak cerdas.

Tom menolak untuk cinta dan kasih sayang menghampirinya saat perhatian Albus dianggapnya sebagai kekangan. Padahal, bila Tom 'nurut' sama Albus, maka tidak mungkin Tom akan mendapat penghormatan dari semua orang seperti Albus Dumbledore, bukan penghormatan karena dilandasi ketakutan. Tom malah memilih kemarahan menguasainya sampai akhirnya dia tidak sadar bahwa ia telah melawan hukum alam. Mari kita ganti kematian ini dengan kekuasaan. Ada banyak sekali para muggle disana yang ketakutan untuk kehilangan kekuasaan sehingga melakukan banyak hal-hal buruk, sama seperti Tom. Mari berdoa saja bahwa mereka tidak berakhir sama dengan Tom.

Comments

Popular posts from this blog

Just asking about skateboarder w/ ato:D

Sung Dong-il, Sang Ayah Dengan Anak Perempuan-Perempuannya.

Prison Playbook : Mengelola Krisis di Balik Jeruji